Analysis of information sources in references of the Wikipedia article "Arianisme" in Indonesian language version.
Arius hendak menggarisbawahi transensensi dan esanya keilahian Allah [...]. Bagi Arius hanya Allah yang tidak berawal, tidak diperanakkan, dan kekal. Dengan terminologi teologi negatif, Arius menekankan monoteisme lewat berbagai macam cara baru. Allah hanya dapat dipahami sebagai creator. Ia menyangkal kesamakekalan Logos dengan Allah karena jika benar demikian maka Allah akan hilang keunikan-Nya. Hanya Allah saja yang kekal, dan oleh karena itu tidak senantiasa merupakan Sang Bapa. [...] Berlandaskan ayat-ayat kitab Amsal (Amsal 8:22–25), Arius merumuskan dalilnya bahwa Sang Putra diciptakan. Bagi Arius, Logos sepenuhnya berada di sisi Yang Ilahi, tetapi lebih rendah daripada Allah.
Salah satu bidah Kristen, dicetuskan Arius, Uskup Aleksandria (wafat 336), yang mengajarkan bahwa Sang Putra tidak sehakikat (bahasa Yunani: ὁμοούσιος, homoousios; bahasa Latin: consubstantialis) dengan Sang Bapa, sehingga menimbulkan skisma di dalam Gereja, yang berdampak pada nasib orang Yahudi di berbagai negeri. Mengingat fakta bahwa kebanyakan suku rumpun Jermanik—misalnya Orang Goth Barat dan orang Goth Timur, maupun orang Franka, orang Lombardi, orang Suevi, dan orang Vandal—dibaptis menjadi umat Kristen Arian, dan bahwa suku-suku ini menetap di daerah-daerah yang tersebar di bekas wilayah Kekaisaran Romawi, sejumlah besar orang Yahudi, yang sebelumnya sudah menetap di daerah-daerah tersebut, berada di bawah pemerintahan orang Kristen Arian. Berbeda dengan pemerintahan di daerah-daerah kekuasaan Gereja yang ortodoks, pemerintahan orang Kristen Arian secara bijak menoleransi dan bersikap lunak kepada umat beragama lain. Kebijakan ini terutama berpangkal pada rasa keadilan sederhana yang merupakan ciri khas alami pada kanak-kanak, tetapi dapat pula ditelusuri sumbernya sampai taraf tertentu kepada pokok-pokok kesesuaian tertentu antara doktrin Kristen Arian dan ajaran agama Yahudi, yakni pokok-pokok yang sepenuhnya absen dalam ajaran agama Kristen yang ortodoks. Ajaran Kristen Arian yang menitikberatkan hubungan subordinasi Sang Putra—yakni Mesias—dengan Allah Bapa jauh lebih mendekati doktrin Yahudi mengenai Mesias daripada gagasan keilahian penuh Sang Putra yang dicanangkan di Nikea.
Arius hendak menggarisbawahi transensensi dan esanya keilahian Allah [...]. Bagi Arius hanya Allah yang tidak berawal, tidak diperanakkan, dan kekal. Dengan terminologi teologi negatif, Arius menekankan monoteisme lewat berbagai macam cara baru. Allah hanya dapat dipahami sebagai creator. Ia menyangkal kesamakekalan Logos dengan Allah karena jika benar demikian maka Allah akan hilang keunikan-Nya. Hanya Allah saja yang kekal, dan oleh karena itu tidak senantiasa merupakan Sang Bapa. [...] Berlandaskan ayat-ayat kitab Amsal (Amsal 8:22–25), Arius merumuskan dalilnya bahwa Sang Putra diciptakan. Bagi Arius, Logos sepenuhnya berada di sisi Yang Ilahi, tetapi lebih rendah daripada Allah.