Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 660-1, entri "Sakkāya". Diarsipkan 2012-07-07 di Archive.is (diakses 2008-04-09), menjelaskan sakkāya-diṭṭhi sebagai "teori tentang jiwa, kesesatan individualitas, spekulasi terkait keabadian atau hal lain mengenai individualitas seseorang." Bodhi (2000), hlm. 1565, SN 45.179, menerjemahkannya sebagai "pandangan identitas"; Gethin (1998), hlm. 73, menggunakan "pandangan atas kepribadian"; Harvey (2007), hlm. 71, menggunakan "pandangan-pandangan dalam kelompok yang ada"; Thanissaro (2000) menggunakan "pandangan-pandangan identifikasi-diri"; dan, Walshe (1995), hlm. 26, menggunakan "kepercayaan-pribadi."
Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 615, entri "Vicikicchā". Diarsipkan 2012-07-07 di Archive.is (diakses 2008-04-09), menjelaskan vicikicchā sebagai "keraguan, kebingungan, ketidakpastian." Bodhi (2000), hlm. 1565, SN 45.179, Gethin (1998), hlm. 73, and Walshe (1995), hlm. 26, menerjemahkannya sebagai "keraguan."Thanissaro (2000) menggunakan "ketidakpastian." Harvey menjelaskan, "kebimbangan atas tanggung-jawab kepada Tiga Perlindungan dan nilai kehidupan" (cf. M i.380 and S ii.69-70).
Sebagai contoh, lihat: Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 713, entri "Sīla". Diarsipkan 2012-07-18 di Archive.is (diakses 2008-04-09), mengenai konsep serupa tentang sīlabbatupādāna (= sīlabbata-upādāna), "berupaya setelah bekerja dan ritual." Bodhi (2000), hlm. 1565, SN 45.179, menerjemahkan istilah ini sebagai "pemahaman menyimpang terkait peraturan dan sumpah"; Gethin (1998), hlm. 73, menggunakan "bergantung pada peraturan dan sumpah"; Harvey (2007), hlm. 71, uses "pemahaman atas peraturan dan sumpah"; Thanissaro (2000) menggunakan "pemahaman atas peraturan dan praktik-praktik"; dan, Walshe (1995), hlm. 26, menggunakan "keterikatan atas ritual dan upacara."
Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 654, entri "Vyāpāda". Diarsipkan 2012-07-07 di Archive.is (diakses 2008-04-09), mendefinisikan vyāpādo sebagai "berlaku buruk, berbuat jahat: keinginan untuk melukai, kedengkian, keinginan buruk." Bodhi (2000), hlm. 1565, SN 45.179, Harvey (2007), hlm. 71, Thanissaro (2000) and Walshe (1995), hlm. 26, menerjemahkannya sebagai "keinginan buruk" ("ill will") Gethin (1998), hlm. 73, menggunakan "keengganan" ("aversion").
Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 574-5, entri "Rūpa". Diarsipkan 2012-07-12 di Archive.is (diakses 2008-04-09), mendefinisikan rūparāgo sebagai "nafsu setelah kelahiran kembali dalam rūpa" ("lust after rebirth in rūpa"). Bodhi (2000), hlm. 1565, SN 45.180, menerjemahkannya sebagai "nafsu atas bentuk-materi" ("lust for form") Gethin (1998), hlm. 73, menggunakan "keinginan atas materi" ("desire for form"). Thanissaro (2000) menggunakan "keinginan atas bentuk-materi" ("passion for form"). Walshe (1995), hlm. 27, menggunakan "keinginan atas keberadaan dalam alam-kehidupan-materi" ("craving for existence in the Form World").
Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 574-5, entri "Rūpa". Diarsipkan 2012-07-12 di Archive.is (diakses 2008-04-09), menyarankan bahwa arūparāgo dapat dijelaskan sebagai "nafsu setelah kelahiran kembali dalam arūpa" ("lust after rebirth in arūpa"). Bodhi (2000), hlm. 1565, SN 45.180, menerjemahkannya sebagai "nafsu atas ketidakadaan bentuk" ("lust for the formless"). Gethin (1998), hlm. 73, menggunakan "keinginan atas keadaan nonmateri" ("desire for the formless"). Harvey (2007), hlm. 72, menggunakan "keterikatan atas bentuk murni atau alam-alam nonmateri" ("attachment to the pure form or formless worlds") Thanissaro (2000) menggunakan "keinginan untuk apa yang tidak berbentuk" ("passion for what is formless"). Walshe (1995), hlm. 27, menggunakan "keinginan atas keberadaan di Dunia Tanpa Bentuk" ("craving for existence in the Formless World").
Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 528, entri "Māna". Diarsipkan 2012-07-11 di Archive.is (diakses 2008-04-09), mendefinisikan māna sebagai "kebanggaan, kesombongan, keangkuhan" ("pride, conceit, arrogance"). Bodhi (2000), hlm. 1565, SN 45.180, Thanissaro (2000) and Walshe (1995), hlm. 27, menerjemahkannya sebagai "kesombongan" ("conceit"). Gethin (1998), hlm. 73, menggunakan "kebanggaan" ("pride"). Harvey (2007), hlm. 72, menggunakan "kesombongan 'ke-Aku-an'" ("the 'I am' conceit").
Untuk membedakan antara belenggu pertama, "pandangan tentang diri" dan belenggu ke delapan "kesombongan," lihat, contoh:, SN 22.89 (trans., Thanissaro, 2001).
Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 85, entri "Avijjā". Diarsipkan 2012-07-07 di Archive.is (diakses 2008-04-09), mendefinisikan avijjā sebagai "kebodohan; akar buruk utama dan kelahiran kembali yang terus menerus" ("ignorance; the main root of evil and of continual rebirth"). Bodhi (2000), hlm. 1565 (SN 45.180), Gethin (1998), hlm. 73, Thanissaro (2000) and Walshe (1995), hlm. 27, translate it as "ignorance." Harvey (2007), hlm. 72, menggunakan "kebodohan spiritual" ("spiritual ignorance").
Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 656, entri "Saṃyojana". Diarsipkan 2012-07-07 di Archive.is merujuk Cūḷa-niddesa 657, 1463, dan Dhammasaṅgaṇī 1113. Pada faktanya, keseluruhan bagian dari Dhammasaṅgaṇī merujuk pada belenggu-belenggu (buku III, ch. V, Dhs. 1113-34), lihat pula Rhys Davids (1900), hlm. 297-303. (Rhys Davids, 1900 hlm. 297, menyediakan terjemahan dalam bahasa Inggris mengenai istilah-istilah berbahasa Pali: "sensualitas, penolakan, kesombongan, pendapat spekulatif, kebingungan, penularan aturan dan ritual semata, gairah untuk eksistensi baru, iri hati, kekejaman, kebodohan.") (""sensuality, repulsion, conceit, speculative opinion, perplexity, the contagion of mere rule and ritual, the passion for renewed existence, envy, meanness, ignorance.") Pada kepustakaan Pali pascakanonis, daftar ini juga dapat ditemukan dalam komentar Buddhaghosa (dalam Papañcasudani) pada bagian Satipatthana Sutta mengenai enam dasar indra dan belenggu-belenggu.(Soma, 1998).
Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 660-1, entri "Sakkāya". Diarsipkan 2012-07-07 di Archive.is (diakses 2008-04-09), menjelaskan sakkāya-diṭṭhi sebagai "teori tentang jiwa, kesesatan individualitas, spekulasi terkait keabadian atau hal lain mengenai individualitas seseorang." Bodhi (2000), hlm. 1565, SN 45.179, menerjemahkannya sebagai "pandangan identitas"; Gethin (1998), hlm. 73, menggunakan "pandangan atas kepribadian"; Harvey (2007), hlm. 71, menggunakan "pandangan-pandangan dalam kelompok yang ada"; Thanissaro (2000) menggunakan "pandangan-pandangan identifikasi-diri"; dan, Walshe (1995), hlm. 26, menggunakan "kepercayaan-pribadi."
Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 615, entri "Vicikicchā". Diarsipkan 2012-07-07 di Archive.is (diakses 2008-04-09), menjelaskan vicikicchā sebagai "keraguan, kebingungan, ketidakpastian." Bodhi (2000), hlm. 1565, SN 45.179, Gethin (1998), hlm. 73, and Walshe (1995), hlm. 26, menerjemahkannya sebagai "keraguan."Thanissaro (2000) menggunakan "ketidakpastian." Harvey menjelaskan, "kebimbangan atas tanggung-jawab kepada Tiga Perlindungan dan nilai kehidupan" (cf. M i.380 and S ii.69-70).
Sebagai contoh, lihat: Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 713, entri "Sīla". Diarsipkan 2012-07-18 di Archive.is (diakses 2008-04-09), mengenai konsep serupa tentang sīlabbatupādāna (= sīlabbata-upādāna), "berupaya setelah bekerja dan ritual." Bodhi (2000), hlm. 1565, SN 45.179, menerjemahkan istilah ini sebagai "pemahaman menyimpang terkait peraturan dan sumpah"; Gethin (1998), hlm. 73, menggunakan "bergantung pada peraturan dan sumpah"; Harvey (2007), hlm. 71, uses "pemahaman atas peraturan dan sumpah"; Thanissaro (2000) menggunakan "pemahaman atas peraturan dan praktik-praktik"; dan, Walshe (1995), hlm. 26, menggunakan "keterikatan atas ritual dan upacara."
Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 654, entri "Vyāpāda". Diarsipkan 2012-07-07 di Archive.is (diakses 2008-04-09), mendefinisikan vyāpādo sebagai "berlaku buruk, berbuat jahat: keinginan untuk melukai, kedengkian, keinginan buruk." Bodhi (2000), hlm. 1565, SN 45.179, Harvey (2007), hlm. 71, Thanissaro (2000) and Walshe (1995), hlm. 26, menerjemahkannya sebagai "keinginan buruk" ("ill will") Gethin (1998), hlm. 73, menggunakan "keengganan" ("aversion").
Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 574-5, entri "Rūpa". Diarsipkan 2012-07-12 di Archive.is (diakses 2008-04-09), mendefinisikan rūparāgo sebagai "nafsu setelah kelahiran kembali dalam rūpa" ("lust after rebirth in rūpa"). Bodhi (2000), hlm. 1565, SN 45.180, menerjemahkannya sebagai "nafsu atas bentuk-materi" ("lust for form") Gethin (1998), hlm. 73, menggunakan "keinginan atas materi" ("desire for form"). Thanissaro (2000) menggunakan "keinginan atas bentuk-materi" ("passion for form"). Walshe (1995), hlm. 27, menggunakan "keinginan atas keberadaan dalam alam-kehidupan-materi" ("craving for existence in the Form World").
Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 574-5, entri "Rūpa". Diarsipkan 2012-07-12 di Archive.is (diakses 2008-04-09), menyarankan bahwa arūparāgo dapat dijelaskan sebagai "nafsu setelah kelahiran kembali dalam arūpa" ("lust after rebirth in arūpa"). Bodhi (2000), hlm. 1565, SN 45.180, menerjemahkannya sebagai "nafsu atas ketidakadaan bentuk" ("lust for the formless"). Gethin (1998), hlm. 73, menggunakan "keinginan atas keadaan nonmateri" ("desire for the formless"). Harvey (2007), hlm. 72, menggunakan "keterikatan atas bentuk murni atau alam-alam nonmateri" ("attachment to the pure form or formless worlds") Thanissaro (2000) menggunakan "keinginan untuk apa yang tidak berbentuk" ("passion for what is formless"). Walshe (1995), hlm. 27, menggunakan "keinginan atas keberadaan di Dunia Tanpa Bentuk" ("craving for existence in the Formless World").
Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 528, entri "Māna". Diarsipkan 2012-07-11 di Archive.is (diakses 2008-04-09), mendefinisikan māna sebagai "kebanggaan, kesombongan, keangkuhan" ("pride, conceit, arrogance"). Bodhi (2000), hlm. 1565, SN 45.180, Thanissaro (2000) and Walshe (1995), hlm. 27, menerjemahkannya sebagai "kesombongan" ("conceit"). Gethin (1998), hlm. 73, menggunakan "kebanggaan" ("pride"). Harvey (2007), hlm. 72, menggunakan "kesombongan 'ke-Aku-an'" ("the 'I am' conceit").
Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 85, entri "Avijjā". Diarsipkan 2012-07-07 di Archive.is (diakses 2008-04-09), mendefinisikan avijjā sebagai "kebodohan; akar buruk utama dan kelahiran kembali yang terus menerus" ("ignorance; the main root of evil and of continual rebirth"). Bodhi (2000), hlm. 1565 (SN 45.180), Gethin (1998), hlm. 73, Thanissaro (2000) and Walshe (1995), hlm. 27, translate it as "ignorance." Harvey (2007), hlm. 72, menggunakan "kebodohan spiritual" ("spiritual ignorance").
Untuk daftar dalam Saṅgīti Sutta mengenai tiga belenggu-belenggu, lihat, contoh, Walshe (1995), hlm. 484. Untuk daftar tiga belenggu dalam Dhammasaṅgaṇi, lihat: Rhys Davids (1900), hlm. 256-61. Lihat pula, Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 656, entri untuk "Saṃyojana". Diarsipkan 2012-07-07 di Archive.is (diakses 2008-04-09), mengenai tīṇi saṃyojanāni. (C.A.F. Rhys Davids (1900), hlm. 257, menerjemahkan ketiga istilah ini sebagai "teori kepribadian, kebingungan, dan penularan atas hal-hal yang semata-mata merupakan peraturan dan ritual" ("the theory of individuality, perplexity, and the contagion of mere rule and ritual.")
Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 656, entri "Saṃyojana". Diarsipkan 2012-07-07 di Archive.is merujuk Cūḷa-niddesa 657, 1463, dan Dhammasaṅgaṇī 1113. Pada faktanya, keseluruhan bagian dari Dhammasaṅgaṇī merujuk pada belenggu-belenggu (buku III, ch. V, Dhs. 1113-34), lihat pula Rhys Davids (1900), hlm. 297-303. (Rhys Davids, 1900 hlm. 297, menyediakan terjemahan dalam bahasa Inggris mengenai istilah-istilah berbahasa Pali: "sensualitas, penolakan, kesombongan, pendapat spekulatif, kebingungan, penularan aturan dan ritual semata, gairah untuk eksistensi baru, iri hati, kekejaman, kebodohan.") (""sensuality, repulsion, conceit, speculative opinion, perplexity, the contagion of mere rule and ritual, the passion for renewed existence, envy, meanness, ignorance.") Pada kepustakaan Pali pascakanonis, daftar ini juga dapat ditemukan dalam komentar Buddhaghosa (dalam Papañcasudani) pada bagian Satipatthana Sutta mengenai enam dasar indra dan belenggu-belenggu.(Soma, 1998).
Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 660-1, entri "Sakkāya". Diarsipkan 2012-07-07 di Archive.is (diakses 2008-04-09), menjelaskan sakkāya-diṭṭhi sebagai "teori tentang jiwa, kesesatan individualitas, spekulasi terkait keabadian atau hal lain mengenai individualitas seseorang." Bodhi (2000), hlm. 1565, SN 45.179, menerjemahkannya sebagai "pandangan identitas"; Gethin (1998), hlm. 73, menggunakan "pandangan atas kepribadian"; Harvey (2007), hlm. 71, menggunakan "pandangan-pandangan dalam kelompok yang ada"; Thanissaro (2000) menggunakan "pandangan-pandangan identifikasi-diri"; dan, Walshe (1995), hlm. 26, menggunakan "kepercayaan-pribadi."
Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 615, entri "Vicikicchā". Diarsipkan 2012-07-07 di Archive.is (diakses 2008-04-09), menjelaskan vicikicchā sebagai "keraguan, kebingungan, ketidakpastian." Bodhi (2000), hlm. 1565, SN 45.179, Gethin (1998), hlm. 73, and Walshe (1995), hlm. 26, menerjemahkannya sebagai "keraguan."Thanissaro (2000) menggunakan "ketidakpastian." Harvey menjelaskan, "kebimbangan atas tanggung-jawab kepada Tiga Perlindungan dan nilai kehidupan" (cf. M i.380 and S ii.69-70).
Sebagai contoh, lihat: Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 713, entri "Sīla". Diarsipkan 2012-07-18 di Archive.is (diakses 2008-04-09), mengenai konsep serupa tentang sīlabbatupādāna (= sīlabbata-upādāna), "berupaya setelah bekerja dan ritual." Bodhi (2000), hlm. 1565, SN 45.179, menerjemahkan istilah ini sebagai "pemahaman menyimpang terkait peraturan dan sumpah"; Gethin (1998), hlm. 73, menggunakan "bergantung pada peraturan dan sumpah"; Harvey (2007), hlm. 71, uses "pemahaman atas peraturan dan sumpah"; Thanissaro (2000) menggunakan "pemahaman atas peraturan dan praktik-praktik"; dan, Walshe (1995), hlm. 26, menggunakan "keterikatan atas ritual dan upacara."
Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 654, entri "Vyāpāda". Diarsipkan 2012-07-07 di Archive.is (diakses 2008-04-09), mendefinisikan vyāpādo sebagai "berlaku buruk, berbuat jahat: keinginan untuk melukai, kedengkian, keinginan buruk." Bodhi (2000), hlm. 1565, SN 45.179, Harvey (2007), hlm. 71, Thanissaro (2000) and Walshe (1995), hlm. 26, menerjemahkannya sebagai "keinginan buruk" ("ill will") Gethin (1998), hlm. 73, menggunakan "keengganan" ("aversion").
Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 574-5, entri "Rūpa". Diarsipkan 2012-07-12 di Archive.is (diakses 2008-04-09), mendefinisikan rūparāgo sebagai "nafsu setelah kelahiran kembali dalam rūpa" ("lust after rebirth in rūpa"). Bodhi (2000), hlm. 1565, SN 45.180, menerjemahkannya sebagai "nafsu atas bentuk-materi" ("lust for form") Gethin (1998), hlm. 73, menggunakan "keinginan atas materi" ("desire for form"). Thanissaro (2000) menggunakan "keinginan atas bentuk-materi" ("passion for form"). Walshe (1995), hlm. 27, menggunakan "keinginan atas keberadaan dalam alam-kehidupan-materi" ("craving for existence in the Form World").
Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 574-5, entri "Rūpa". Diarsipkan 2012-07-12 di Archive.is (diakses 2008-04-09), menyarankan bahwa arūparāgo dapat dijelaskan sebagai "nafsu setelah kelahiran kembali dalam arūpa" ("lust after rebirth in arūpa"). Bodhi (2000), hlm. 1565, SN 45.180, menerjemahkannya sebagai "nafsu atas ketidakadaan bentuk" ("lust for the formless"). Gethin (1998), hlm. 73, menggunakan "keinginan atas keadaan nonmateri" ("desire for the formless"). Harvey (2007), hlm. 72, menggunakan "keterikatan atas bentuk murni atau alam-alam nonmateri" ("attachment to the pure form or formless worlds") Thanissaro (2000) menggunakan "keinginan untuk apa yang tidak berbentuk" ("passion for what is formless"). Walshe (1995), hlm. 27, menggunakan "keinginan atas keberadaan di Dunia Tanpa Bentuk" ("craving for existence in the Formless World").
Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 528, entri "Māna". Diarsipkan 2012-07-11 di Archive.is (diakses 2008-04-09), mendefinisikan māna sebagai "kebanggaan, kesombongan, keangkuhan" ("pride, conceit, arrogance"). Bodhi (2000), hlm. 1565, SN 45.180, Thanissaro (2000) and Walshe (1995), hlm. 27, menerjemahkannya sebagai "kesombongan" ("conceit"). Gethin (1998), hlm. 73, menggunakan "kebanggaan" ("pride"). Harvey (2007), hlm. 72, menggunakan "kesombongan 'ke-Aku-an'" ("the 'I am' conceit").
Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 85, entri "Avijjā". Diarsipkan 2012-07-07 di Archive.is (diakses 2008-04-09), mendefinisikan avijjā sebagai "kebodohan; akar buruk utama dan kelahiran kembali yang terus menerus" ("ignorance; the main root of evil and of continual rebirth"). Bodhi (2000), hlm. 1565 (SN 45.180), Gethin (1998), hlm. 73, Thanissaro (2000) and Walshe (1995), hlm. 27, translate it as "ignorance." Harvey (2007), hlm. 72, menggunakan "kebodohan spiritual" ("spiritual ignorance").
Untuk daftar dalam Saṅgīti Sutta mengenai tiga belenggu-belenggu, lihat, contoh, Walshe (1995), hlm. 484. Untuk daftar tiga belenggu dalam Dhammasaṅgaṇi, lihat: Rhys Davids (1900), hlm. 256-61. Lihat pula, Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 656, entri untuk "Saṃyojana". Diarsipkan 2012-07-07 di Archive.is (diakses 2008-04-09), mengenai tīṇi saṃyojanāni. (C.A.F. Rhys Davids (1900), hlm. 257, menerjemahkan ketiga istilah ini sebagai "teori kepribadian, kebingungan, dan penularan atas hal-hal yang semata-mata merupakan peraturan dan ritual" ("the theory of individuality, perplexity, and the contagion of mere rule and ritual.")
Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 656, entri "Saṃyojana". Diarsipkan 2012-07-07 di Archive.is merujuk Cūḷa-niddesa 657, 1463, dan Dhammasaṅgaṇī 1113. Pada faktanya, keseluruhan bagian dari Dhammasaṅgaṇī merujuk pada belenggu-belenggu (buku III, ch. V, Dhs. 1113-34), lihat pula Rhys Davids (1900), hlm. 297-303. (Rhys Davids, 1900 hlm. 297, menyediakan terjemahan dalam bahasa Inggris mengenai istilah-istilah berbahasa Pali: "sensualitas, penolakan, kesombongan, pendapat spekulatif, kebingungan, penularan aturan dan ritual semata, gairah untuk eksistensi baru, iri hati, kekejaman, kebodohan.") (""sensuality, repulsion, conceit, speculative opinion, perplexity, the contagion of mere rule and ritual, the passion for renewed existence, envy, meanness, ignorance.") Pada kepustakaan Pali pascakanonis, daftar ini juga dapat ditemukan dalam komentar Buddhaghosa (dalam Papañcasudani) pada bagian Satipatthana Sutta mengenai enam dasar indra dan belenggu-belenggu.(Soma, 1998).